KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA
INDONESIA
Nomor: 2/MUNAS
VII/MUI/6/2005
Tentang
HARAMNYA PERDUKUNAN
(KAHANAH) DAN PERAMALAN (‘IRAFAH)
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah
Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H / 26-29 Juli 2005 M., setelah
:
MENIMBANG
:
a. Bahwa akhir-akhir ini semakin banyak praktek perdukunan (kahanah)
dan peramalan (‘irafah) di masyarakat serta semakin marak tayangan
media massa, baik cetak maupun elektronik yang berhubungan dengan hal tersebut
;
b. Bahwa hal tersebut telah
meresahkan umat dan dapat membawa masyarakat kepada perbuatan syirik
(menyekutukan Allah), dosa paling besar yang tidak diampuni Allah SWT;
c. Bahwa untuk menjaga kemurnian
tauhid dan menghin-darkan masyarakat dari aktivitas yang dapat membawa kepada
kemusyrikan, Majelis Ulama Indonesia meman-dang perlu menetapkan fatwa tentang Perdukunan
(kahanah) dan Peramalan (‘iraafah) untuk dijadikan pedoman.
MENGINGAT
:
1. Firman Allah SWT., :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. an-Nisaa [4] :
48)
“Katakanlah: Tidak ada seorang pun di langit dan
di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”. (QS. al-Naml
[27] : 65)
“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib,
maka Dia tidak akan memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.
Kecuali kepada rasul yang diridlai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan
penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya”. (QS. al-Jin [72] :
26-27)
2. Hadis Nab s.a.w.;
antara lain:
“Orang yang mendatangi tukang ramal
(paranormal) kemudian ia bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya
tidak diterima selama 40 malam”. (Hadis Riwayat Imam Muslim dan Imam Ahmad)
“Orang yang mendatangi dukun atau tukang ramal,
kemudian membenarkan apa yang dikatakannya maka orang tersebut telah kufur
terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad SAW”. (HR. Imam
Ahmad dan al-Hakim)
“Kunci perkara ghaib itu ada lima, tidak ada
seorangpun yang mengetahuinya melainkan Allah Ta’ala : ‘Tidak ada seorangpun
yang mengetahui apa yang akan terjadi esok selain Allah Ta’ala, dan tidak ada
seorangpun mengetahui apa yang ada di dalam kandungan selain Allah Ta’ala, dan
tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat selain Allah
Ta’ala, dan tidak ada seorangpun yang mengetahui di bumi mana dia akan mati
selain Allah Ta’ala, dan tidak seorangpun yang mengetahui kapan hujan akan
turun selain Allah Ta’ala”. (Hadis Riwayat Imam Bukhari dan Imam Ahmad )
“Orang yang menggantungkan (memakai) jimat maka dia
telah melakukan perbuatan syirik”. (Hadis Riwayat Imam
Ahmad, Thabrani dan al-Hakim)
3. Kaidah fiqh :
“Segala jalan yang menuju kepada sesuatu yang
haram, maka jalan (wasilah) itu juga haram.”
“Mencegah kemafsadatan lebih didahulukan dari
pada menarik kemashlahatan”.
MENETAPKAN
:
FATWA TENTANG PERDUKUNAN (KAHANAH) DAN
PERAMALAN (‘IRAAFAH)
1. Segala bentuk praktek perdukunan (kahanah) dan
peramalan (‘iraafah) hukumnya Haram.
2.
Mempublikasikan praktek perdukunan (kahanah) dan peramalan (‘iraafah)
dalam bentuk apapun hukumnya Haram.
3. Memanfaatkan,
mengguna-kan dan/atau mempercayai segala praktek perdukunan (kahanah)
dan peramalan (‘iraafah) hukumnya haram.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada
tanggal : 21 Jumadil Akhir 1426 H.
28 J
u l i 2005 M
MUSYAWARAH NASIONAL VII MAJELIS
ULAMA INDONESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar