Curhat Seorang Kawan Perihal Pengobatan Perdukunan


Assalamu’alaikum.
Ikhwah fillah rohimaniyalloh waiyyakum.
Ada seorang kawan yang menyampaikan curhat mengenai peristiwa yang dialaminya ketika dia mencoba berdakwah menjelaskan kebatilan sesuatu. Inilah kisahnya:

Saya Samsuri yang telah menyampaikan laporan kepada MUI melalui blog ini beberapa waktu lalu. Didaerah saya mulai sekitar pertengahan bulan juni 2012 sampai menjelang ramadhan juli 2012, sekitar hampir 1 bulan mulai jam 08.00- 11.30 wib, diselenggarakan acara pengobatan alternatif massal oleh seorang tabib dari cirebon bekerjasama dengan pihak DKM Masjid dekat rumah saya, bertempat dihalaman masjid. Acara tersebut bahkan diumumkan oleh pihak DKM melalui pengeras suara dimasjid dan juga dengan brosur-brosur yang disebarkan dimasjid dan ke beberapa wilayah lain. Menurut pengumuman sih katanya gratis.

Saya mengira pengobatan tersebut hanya semacam terapi biasa saja, karena ketua DKM merupakan salah seorang yang saya dengar dari teman bahwa dia telah “mengenal” agama lebih dahulu bahkan mengisi pengajian dibeberapa tempat.

Tetapi setelah berjalan beberapa hari, saya mendengar berita dari warga yang datang ke acara tersebut, bahwa sang tabib membagikan kalung penangkal penyakit yang terbuat dari kain kepada anak-anak yang datang berobat. Salah satu diantaranya saya buka dan hanya berisi kertas koran dan daun kering.
Dan kalung seperti itulah salah satu tamimah yang dilarang oleh Nabi SAW, sebagaimana tercantum dalam hadis: “Sesunguhnya jampi-jampi, tamimah, dan tiwalah adalah syirik”. (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud)
Selain memberikan kalung tersebut juga ada kejanggalan-kejanggalan lainnya seperti halnya yang dilakukan para dukun atau tukang sihir.

Tidak lama setelah mendengar kabar itu, saya menemui ketua DKM dan membawakan dalil tentang haramnya tamimah dan haramnya perdukunan. Tetapi dia menolak apa yang saya sampaikan dengan alasan “kami ngambil positifnya saja” yaitu maksudnya unsur terapinya. Dan dia akan tetap melanjutkan acara tersebut sampai selesai 1 bulan.

Keesokan harinya, pagi pas acara tersebut berlangsung, saya menemui ketua DKM lagi dan menyampaikan tentang fatwa MUI tentang haramnya perdukunan dan peramalan. Dia tetap menolak apa yang saa sampaikan dengan alasan sama.

Pada saat itu juga ada seorang polisi yang hadir disitu, mungkin untuk pengamanan acara tersebut, dan saya beserta rekan pun memberitahukan maksud dan tujuan saya datang saat acara itu berlangsung, dan didekat polisi itu ada beberapa warga, salah seorang diantaranya marah besar kepada saya beberapa hari selanjutnya.

Akhirnya saya mencoba mendatangi ketua MUI depok dan saya juga sudah memberitahu kepada DKM bahwa saya akan mendatangi MUI Depok. Saya menemui ketua MUI dikediamannya dan menceritakan perihal pengobatan tersebut dengan beberapa kejanggalannya, dan saya diminta untuk membuat laporan tertulis karena akan dibahas dirapat komisi fatwa beberapa hari berikutnya, (sampai tulisan ini dibuat dari pihak MUI belum menghubungi saya perihal laporan tersebut).

Saya juga mendatangi tempat dimana sang tabib mengontrak rumah, dari berita yang saya dapat dia sudah 6 bulan ngontrak dirumah itu. Dan kebetulan rumah ketua RT hanya selisih satu rumah dengan kontraka sang tabib. Saya menemui ketua RT dan menceritakan perihal acara pengobatan tersebut dengan beberapa kejanggalannya. Alhamdulillah ketua RT yang seorang ibu-ibu, menerima saya dengan baik dan memahami maksud kedatangan saya.

Beberapa kali saya menemui beliau dan juga bertemu dengan pemilik kontrakan tabib tersebut. Saya memberika copy-an laporan MUI kepada ketua RT dan pemiliki kontrakan, hitung-hitung tawashowbilhaqq kepada beliau berdua. Tetapi saya juga sudah mewanti-wanti kepada beliau berdua agar jangan diketahui oleh warga disekitar wilayah tersebut agar tidak menimbulkan “simpang-siur”. 

Ternyata 1 atau 2 hari kemudian, salahsatu copyan laporan saya untuk MUI itu sampai ke tangan tabib. Dan mereka beranggapan ada kalimat yang berupa ancaman dalam laporan tersebut dan hal itu diumumkan kepada warga yang berobat kepada dia saat acara berlangsung. Pihak tabib mengatakan: “besok kami tidak melanjutkan acara pengobatan ini dikarenakan ada surat ancaman yang ditanda tangani oleh fulan (menyebutkan nama saya dihadapan para pasien). 

Maka pada siang hari dan sore harinya saya mendapati warga, memandang saya dengan wajah yang “tidak enak” bahkan saya mendengar beberapa warga (ibu-ibu) membicarakan saya dengan ucapan-ucapan yang tidak mengenakkan hati. Tapi saya memaklumi ketidakmengertian mereka terhadap agama Islam.
Dan keesokan harinya, pagi sekitar jam 08 wib warga yang mau berobat dan DKM tetap datang dan menunggu sang tabib, tetapi sebagaimana yang telah di sampaikan tabib tidak mau datang, hanya beberapa anak buahnya datang memberikan air obat.

Maka berita adanya ancaman dari saya semakin tersebar dan membuat warga marah. Akhirnya saya berdua dengan teman dipanggil oleh DKM dan dipertemukan juga dengan warga didalam masjid. Bapak-bapak ada sekitar 20 orang dan ibu-ibu skitar 30 orang, belum yang diluar masjid.

Mereka bertanya alasan perbuatan saya yang dianggap mengancam tabib. Kemudian saya sampaikan fatwa MUI tentang haramnya perdukunan, dan alhamdulillah saya disuruh membacanya dihadapan mereka dari awal sampai akhir (saya senang sebab pihak DKM tak menyampaikan hal itu kepada jamaah). Setelah saya bacakan alhamdulillah ada warga yang tersadarkan dengan ketidaktahuan mereka.

Saya juga jelaskan bahwa kata-kata saya itu bukan ancaman karena memang surat itu ditujukan kepada MUI bukan kepada tabib dan tidak pula disebarkan kemasyarakat umum. Alhamdulillah sebagian mereka mengerti bahwa ini hanya salah paham atau salah persepsi saja dengan kata-kata yang ada dalam surat laporan. Ya memang surat itu bukan untuk konsumsi umum..tetapi kenapa ada yang menyebarkan kepada warga??

Tetapi mereka tetap ngotot agar acara pengobatan dilanjutkan karena alasan mereka ingin mendapat pengobatan gratis (padahal yang gratis yang gampang-gampang karena diakhir acara juga diminta beli obat, walaupun akhirnya tidak ada yang beli obat, wah..rugi dong acara sebulan obat gak ada yang beli...?!?
Tetapi tentu yang menjadi pokok permasalahan disini bukan masalah jual beli obat, tetapi ada unsur-unsur sihir / perdukunannya yang tentu ini membawa pada dosa kesyirikan.

Setelah klarifikasi itu beberapa orang diluar mengancam saya dengan mengatakan: “anda jangan sholat dimasjid ini lagi”. Saya sih maklum jika itu hanya ucapan orang yang tak punya dalil dan bahkan dia sendiri tidak sholat dimasjid. Dan saya tetap sholat dimasjid.

Setelah kejadian itu kondisi mulai agak reda walaupun tetap ada yang bersuara sumbang dibelakang saya. Mudah-mudahan Alloh memaafkan mereka dan memberi hidayah pada mereka. Masyarakat hanyalah korban dari kebodohan, hawa nafsu dan ketidakberanian para pimpinan dalam menyampaikan kebenaran atau mengungkap kebatilan, kasihan mereka..

Dan inilah menjadi kewajiban kita yang mengetahui kebenaran untuk berdakwah menyampaikan kebenaran dan mengungkap serta mencegah kebatilan. sebab jika tidak kebatilan akan semakin merajalela dan masyarakat semakin tersesatkan.

Maaf jika tulisan ini kurang jelas dan masih banyak salahnya, mudah-mudahan jika ada waktu akan saya perbaiki.

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar: